News Ondong– Langkah Tentara Nasional Indonesia (TNI) melaporkan konten kreator sekaligus pendiri Malaka Project, Ferry Irwandi, atas dugaan pencemaran nama baik berujung pada polemik hukum. Pasalnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan yang menegaskan bahwa institusi, lembaga negara, maupun korporasi tidak bisa menjadi pelapor dalam kasus pencemaran nama baik.
TNI Sambangi Polda Metro
Senin (8/9), Komandan Satuan Siber TNI, Brigjen Juinta Omboh Sembiring, mendatangi Polda Metro Jaya. Ia mengaku menemukan sejumlah dugaan tindak pidana dari konten Ferry Irwandi melalui patroli siber yang dilakukan jajarannya.
“Konsultasi kami ini terkait dengan kami menemukan hasil dari patroli siber, terdapat, kami temukan beberapa fakta-fakta dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh saudara Ferry Irwandi,” kata Juinta di hadapan wartawan.
Namun, rencana pelaporan itu langsung terbentur oleh aturan hukum terbaru. Saat berdiskusi dengan pihak kepolisian, Juinta mengakui bahwa putusan MK menjadi bahan pertimbangan serius.
“Menurut putusan MK, institusi kan tidak bisa melaporkan. Harus pribadi kalau pencemaran nama baik,” ujarnya.
Putusan MK soal Pencemaran Nama Baik
Putusan yang dimaksud adalah Putusan MK Nomor 105/PUU-XXII/2024, dibacakan pada 29 April 2025 dalam sidang pleno sembilan hakim konstitusi.
Pemohon perkara ini, Daniel Frits Maurits Tangkilisan, meminta uji materi terhadap beberapa pasal dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). MK kemudian mengabulkan sebagian permohonan tersebut, khususnya terkait pasal pencemaran nama baik.
MK menafsirkan ulang frasa “orang lain” dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) UU ITE. Menurut putusan itu, frasa tersebut tidak mencakup lembaga pemerintah, institusi, kelompok orang tertentu, korporasi, profesi, maupun jabatan.
Artinya, hanya individu yang dirugikan secara langsung yang bisa melapor dalam kasus pencemaran nama baik. Dengan begitu, TNI sebagai institusi tidak bisa menjadi pelapor.
Baca Juga: Danlanal Melonguane Pimpin Upacara HUT ke-80 TNI AL
Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, menegaskan putusan MK itu sudah sangat jelas.
“Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, dalam kasus pencemaran nama baik itu korbannya yang harus melaporkan adalah individu, bukan institusi. Saya kira clear masalah itu,” kata Yusril.
Meski begitu, Yusril membuka ruang bagi TNI untuk menempuh jalur hukum lain jika memang merasa dirugikan. “Kalau ada langkah-langkah hukum yang mau ditempuh silakan saja, tapi bukan dengan delik pencemaran nama baik, karena pencemaran nama baik itu kan kasusnya adalah individu,” jelasnya.
Komisi III DPR Percaya Polri Objektif
Dari parlemen, Wakil Ketua Komisi III DPR Rano Alfath menyatakan keyakinannya bahwa Polri akan patuh terhadap putusan MK. Menurutnya, setiap laporan pasti akan dikaji dengan hati-hati agar tidak bertentangan dengan hukum maupun konstitusi.
“Saya meyakini Polri akan menempatkan diri secara objektif dan profesional. Kalaupun ada laporan masuk, tentu akan dikaji secara mendalam kesesuaiannya dengan hukum positif maupun putusan MK. Saya percaya Polri akan memastikan bahwa penegakan hukum tidak bertentangan dengan konstitusi, apalagi menimbulkan kesan kriminalisasi terhadap ekspresi dan kritik publik,” ujar Rano.